MISI

GO_ON @"GERAKAN GEMAR MEMBACA " IMPROVE HUMAN RESOURCES



VOCATIONAL HIGHT SCHOOL

Go to "GERAKAN GEMAR MEMBACA " IMPROVE HUMAN RESOURCES

VOCATIONAL HIGHT SCHOOL

Go to "GERAKAN GEMAR MEMBACA " IMPROVE HUMAN RESOURCES

VOCATIONAL HIGHT SCHOOL

Go to "GERAKAN GEMAR MEMBACA " IMPROVE HUMAN RESOURCES

VOCATIONAL HIGHT SCHOOL

Go to "GERAKAN GEMAR MEMBACA " IMPROVE HUMAN RESOURCES

VOCATIONAL HIGHT SCHOOL

Go to "GERAKAN GEMAR MEMBACA " IMPROVE HUMAN RESOURCES

perpustakan_on_facebok

https://www.facebook.com/Perpustakaan-SMK-Negeri-10-Malang-292065117926453/?fref=ts

Friday, August 4, 2017

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN: TRAIT

A. Paradigma Trait Abraham Maslow
Teori Abraham Maslow dimasukkan ke dalam paradigma Traits karena teori itu menekankan pentingnya kebutuhan dalam pembentukan kepribadian. Dalam hal ini kedudukan Maslow menjadi unik. Pada mulanya dia adalah pengikut setia John Watson, sehingga dapat dimasukkan ke dalam kelompok behavioris. Namun kemudian dia menyadari bahwa Behaviorisme dan Psikoanalisis yang mengembangkan teori berdasarkan penelitian binatang dan orang neurotik, tidak berhasil menangkap kewajiban nilai-nilai kemanusiaan. Abraham Maslow akhirnya menjadi orang pertama yang memproklamirkan aliran humanistik sebagai kekuatan ketiga dalam psikologi (kekuatan pertama: psikoanalisis, dan kekuatan kedua behaviorisme).

      1. Holisme
Holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkahlaku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian/komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari satu kesatuan, dan apa yang terjadi di bagian satu akan mempengaruhi bagian lain. Hukum yang berlaku umum mengatur fungsi setiap bagian. Hukum inilah yang mestinya ditemukan agar dapat dipahami berfungsinya tiap komponen.
Kepribadian normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan koheren (unity, integration, consistency, dan coherence). Organisasi adalah keadaan normal, dan disorganisasi berarti patologik.
  1. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi. Keseluruhan berfungsi menurut hukum-hukum yang tidak terdapat dalam bagian-bagian.
  2. Organisme memiliki suatu drive yang berkuasa, yakni aktualisasi diri (self- actualization). Orang berjuang tanpa henti (continuous) untuk merealisasi potensi inheren yang dimilikinya pada ranah manapun yang terbuka baginya.
  3. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi organisme, jika bisa terungkap di lingkungan yang tepat, akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
  4. Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna daripada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolir.

2. Menolak Riset Binatang
Psikologi humanistik menekankan perbedaan antara tingkah laku manusia dengan tingkah laku binatang. Riset binatang memandang manusia sebagai mesin dan mata rantai refleks-kondisioning, mengabaikan karakteristik manusia yang unik seperti idea, nilai-nilai, keberanian, cinta, humor, cemburu, dosa, serta puisi, musik, ilmu, dan hasil kerja berfikir lainnya. Menurut Maslow, behaviorisme secara filosofis berpandangan dehumanisasi.

3. Pandangan Tentang Manusia: Baik dan Bukan Setan
Menurut Maslow, manusia memiliki struktur psikologik yang analog dengan struktur fisik: mereka memiliki “kebutuhan, kemampuan, dan kecenderungan yang sifat dasarnya genetik.” Beberapa sifat menjadi ciri umum kemanusiaan, sifat-sifat lainnya menjadi ciri unik individual. Kebutuhan, kemampuan, dan kecenderungan ini secara esensial suatu yang baik, atau paling tidak suatu yang netral, itu bukan setan. Pandangan Maslow ini menjadi pembaharuan terhadap pandangan yang menganggap kebutuhan dan tendensi manusia itu buruk atau antisosisal (misalnya apa yang di sebut dosa warisan oleh ahli agama dan konsep id dari Freud). Sifat setan yang jahat, destruktif dan kekerasan adalah hasil dari frustasi atau kegagalan memuaskan kebutuhan dasar, dan bukan bagian dari hereditas. Manusia mempunyai struktur yang potensional untuk berkembang positif.

4. Potensi Kreatif
Kreativitas merupakan ciri universal manusia, sejak dilahirkan. Itu adalah sifat alami, sama dengan sifat biji yang menumbuhkan daun, burung yang terbang, maka manusia kreatif. Kreativitas adalah potensi semua orang yang tidak memerlukan bakat dan kemampuan yang khusus. Sayangnya umumnya orang justru kehilangan kreativitas ini karena proses pembudayaan (enculturated). Termasuk di dalamnya pendidikan formal, yang memasung kreativitas dengan menuntut keseragaman berfikir kepada semua siswanya. Hanya sedikit orang yang kemudian menemukan kembali potensi kreatif yang segar, naif, dan langsung dalam memandang segala sesuatu.

  1. Menekankan Kesehatan Psikologik
Pendekatan humanistik mengarahkan pusat perhatiannya kepada manusia sehat, kreatif dan mampu mengaktualisasikan diri. Ilmu jiwa seharusnya memusatkan analisisnya kepada tema pokok kehidupan manusia, yakni aktualisasi diri. Maslow berpendapat psikopatologi umumnya hasil dari penolakan, frustasi, atau penyimpangan dari hakekat alami seseorang. Dalam pandangan ini, apa yang baik adalah semua yang memajukan aktualisasi diri, dan yang buruk atau abnormal adalah segala hal yang menggagalkan atau menghambat atau menolak kemanusiaan sebagai hakekat alami. Karena itu psikoterapi adalah usaha mengembalikan orang ke jalur aktualisasinya dan berkembang sepanjang lintasan yang diatur oleh alam di dalam dirinya.
Teori psikoanalisis tidak komprehensif karena didasarkan pada tingkahlaku abnormal atau tingkah laku sakit. Maslow berpendapat bahwa penelitian pada orang lumpuh dan neurotik hanya akan menghasilkan psikologi “lumpuh.” Karena ia justru meneliti orang yang berhasil merealisasikan potensinya secara utuh, memiliki aktualisasi diri, memakai dan mengeksploitasi sepenuhnya bakat, kapasitas dan potensinya. Obyek penelitiannya adalah orang-orang yang terkenal, tokoh-tokoh idola yang kreativitas dan aktuaslisasi-dirinya mendapat pengakuan dari masyarakat luas, misalnya: Eleanor Roosevelt, Albert Einstein, Walt Whiteman, dan Ludwig Bethoven.

B. Motivasi: Teori Hirarki Kebutuhan
Maslow menyusuri teori motivasi manusia, di mana variasi kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang kebutuhan dapat dipenuhi hanya kalau jenjang sebelumnya telah (relatif) terpuaskan.

1. Hubungan Antar Kebutuhan
Jenjang motivasi bersifat meningkat, maksudnya bahwa kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Jadi kebutuhan fisiologi harus terpuaskan terlebih dahulu sebelum muncul kebutuhan rasa aman. Sesudah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpuaskan, baru muncul kebutuhan kasih sayang, begitu seterusnya sampai kebutuhan dasar terpuaskan-baru akan muncul kebutuhan meta.
Pemisahan kebutuhan tidak berarti masing-masing bekerja secara eksklusif, tetapi kebutuhan bekerja tumpang tindih sehingga orang dalam suatu ketika dimotivasi oleh dua kebutuhan atau lebih. Tidak ada orang yang basic need-nya terpuaskan 100%. Maslow memperkirakan rata-rata orang dapat terpuaskan kebutuhan fisiologisnya 85%, kebutuhan keamanan terpuaskan 70%, kebutuhan mencintai dan dicintai terpuaskan 50%, self-esteem terpuaskan 40%, dan kebutuhan aktualisasi terpuaskan sampai 10%. Orang bukannya bergerak lurus dari kebutuhan fisiologis→terpuaskan→rasa aman→terpuaskan→ belonging→dan seterusnya, tetapi tingkat kepuasan pada suatu jenjang mungkin masih sangat rendah, orang sudah memperoleh kepuasan yang lebih besar dari pada jenjang yang lebih tinggi. Tidak peduli seberapa tinggi jenjang yang sudah dilewatinya, kalau jenjang di bawah mengalami ketidakpuasan atau tingkat kepuasannya masih sangat kecil, dia akan kembali ke jenjang yang tak terpuaskan itu sampai memperoleh tingat kepuasan yang dikehendaki.

2. Kebutuhan Rendah versus Kebutuhan Tinggi
Pada umumnya kebutuhan yang lebih rendah mempunyai kekuatan atau kecenderungan yang lebih besar untuk diprioritaskan. Namun bisa terjadi perkecualian, akibat sejarah perkembangan perasaan, minat, dan pola berpikir sejak anak-anak, orang yang kreatif lebih mementingkan ekspresi bakat khususnya alih-alih memuaskan dorongan sosialnya, orang memprioritaskan kebutuhan kepuasan self-esteem di atas kebutuhan kasih sayang dan cinta, atau orang memprioritaskan nilai-nilai atau idea tertentu dan mengabaikan kebutuhan fisiologis dan rasa aman.
Perkecualian yang lain, kebutuhan itu tidak muncul berurutan dari rendah ke tinggi, tetapi kebutuhan yang lebih tinggi muncul lebih awal mendahului kebutuhan yang lebih rendah. Misalnya pada orang tertentu kebutuhan self-esteem muncul lebih dahulu daripada kebutuhan cinta dan afeksi; dan mungkin pada orang tertentu kebutuhan kreatif-nya mendahului kebutuhan lainnya. Jika orang tidak pernah kekurangan kebutuhan dasar mungkin mereka menjadi cenderung menganggap ringan kebutuhan itu, sehingga kebutuhan itu tidak menjadi motivator tingkah lakunya. Dia meloncat ke kebutuhan kasih sayang yang menjadi sangat kuat karena kedua orang tuanya sibuk-tidak punya waktu untuk memberi perhatian dan cinta kepada anaknya. Baru ketika terjadi bencana, muncul kebutuhan fisiologis yang mungkin mereka tidak segera mampu menanganinya.
Penbandingan antara kebutuhan-kebutuhan itu dipostulatkan oleh Maslow sebagai berikut:
  1. Kebutuhan meta muncul belakangan dalam evolusi perkembangan manusia. Semua makhluk hidup membutuhkan makan dan minum, tetapi hanya manusia yang memiliki kebutuhan aktualisasi diri, mengetahui dan memahami. Karena itu semakin tinggi tingkat kebutuhan yang dimilikinya semakin jelas beda nilai kemanusiaannya.
  2. Kebutuhan yang lebih tinggi muncul belakangan dalam perkembangan individu. Aktualisasi diri mungkin baru akan muncul pada usia pertengahan. Bayi hanya memiliki kebutuhan fisiologis dan keamanan, dan pada masa adolesen muncul belonging, cinta, dan self-esteem.
  3. Kebutuhan yang semakin lebih tinggi, semakin kurang kaitannya dengan usaha mempertahankan kehidupan, perolehan kepuasan bisa ditunda semakin lama. Gagal memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi tidak mengakibatkan keadaan darurat atau reaksi krisis seperti pada kegagalan memuaskan kebutuhan yang lebih rendah. Kegagalan untuk memuaskan kebutuhan dasar mengakibatkan individu merasakan kekurangan sesuatu, karena itu kebutuhan dasar juga di sebut defisit atau kebutuhan karena kekurangan (deficit need or deficiency need).
  4. Kebutuhan meta memberi sumbangan yang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang, dalam bentuk kesehatan yang lebih baik, usia panjang, dan memperluas efisiensi biologis. Karena alasan-alasan itulah kebutuhan meta di sebut juga kebutuhan berkembang atau kebutuhan menjadi (growth need or being need).
  5. Kebutuhan yang lebih rendah hanya menghasilkan kepuasan biologis, sedang kebutuhan yang lebih tinggi memberi keuntungan biologis dan psikologis, karena menghasilkan kebahagiaan yang mendalam, kedamaian jiwa, dan keutuhan kebutuhan batin.
  6. Kepuasan pada kebutuhan yang lebih tinggi melibatkan lebih banyak persyaratan dan lebih kompleks dibanding kepuasaan pada tingkat yang lebih rendah. Misalnya usaha memperoleh aktualisasi diri memerlukan prasyarat: semua kebutuhan sebelumnya telah dipuaskan dan melibatkan tingkah laku dan tujuan yang rumit dan canggih dibanding usaha mendapatkan makanan.
  7. Kepuasan pada kebutuhan yang lebih tinggi memerlukan kondisi eksternal-sosial, ekonomi, politik yang lebih baik dibanding kepuasan yang lebih rendah. Misalnya aktualisasi diri memerlukan kebebasan ekspresi dan memperoleh peluang dibanding kebutuhan rasa aman.

    1. Kebutuhan Dasar 1: Kebutuhan Fisiologis
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat homeostatik (usaha menjaga keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan absolut (kelaparan dan kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang mencurahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini. Bisa terjadi kebutuhan fisiologis harus dipuaskan oleh pemuas yang seharusnya (misalnya orang yang kehausan harus minum atau dia mati); tapi ada juga kebutuhan yang dapat dipuaskan dengan pemuas yang lain (misalnya orang minum atau merokok untuk menghilangkan rasa lapar). Bahkan bisa terjadi pemuas fisiologis itu dipakai untuk memuaskan jenjang yang lebih tinggi, misalnya orang yang tidak terpuaskan cintanya, merasa kurang puas secara fisiologis sehingga terus menerus makan untuk memuaskannya.

  1. Kebutuhan Dasar 2: Kebutuhan Keamanan (Savety)
Sesudah kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan hidup jangka pendek, sedang keamanan adalah pertahanan hidup jangka panjang.
Kebutuhan keamanan sudah muncul sejak bayi, dalam bentuk menangis dan berteriak ketakutan karena perlakuan yang kasar atau karena perlakuan yang dirasa sebagai sumber bahaya. Anak akan merasa lebih nyaman pada suasana keluarga yang teratur, terencana, terorganisir, dan disiplin, karena suasana semacam itu mengurangi kemungkinan adanya perubahan, dadakan, kekacauan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Pengasuhan yang bebas tidak mengenakan batasan-batasan, misalnya tidak mengatur interval kapan bayi tidur dan makan, akan membuat bayi bingung dan takut, bayi tidak terpuaskan kebutuhan keamanan dan keselamatannya. Begitu pula peristiwa-peristiwa orang tua berkelahi (adu mulut atau pemukulan), perceraian dan kematian membuat lingkungan tidak stabil-tidak terduga-sehingga bayi merasa tidak aman. Pada masa dewasa kebutuhan rasa aman mewujud dalam berbagai bentuk:
  1. Kebutuhan pekerjaan dan gaji yang mantap, tabungan dan asuransi (jelas dan taspen), memperoleh jaminan masa depan
  2. Praktek beragama dan keyakinan filsafat tertentu yang membantu orang untuk mengorganisir dunianya menjadi lebih bermakna dan seimbang, sehingga orang merasa lebih “selamat” (semasa hidup dan sesudah mati).
  3. Pengungsian, manusia perahu dampak perang, bencana alam atau kerusuhan ekonomi.
Menurut Maslow gejala neurotik obsesif-kompulsif banyak dilatar belakangi oleh kegagalan memenuhi keamanan. Misalnya orang berulang-ulang meneliti pintunya sudah terkunci atau belum, atau orang kompulsi mencuci pakaian terus menerus agar kumannya hilang.

5. Kebutuhan Dasar 3: Kebutuhan Dimiliki dan Cinta (Belonging and Love)
Sesudah kebutuhan fisiologi dan keamanan relatif terpuaskan, kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta menjadi tujuan yang dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan, dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting sepanjang hidup.
Maslow menolak pandangan Freud bahwa cinta adalah sublimasi dan insting seks. Menurutnya, cinta tidak sinonim dengan seks, cinta adalah hubungan sehat antara sepasang manusia yang melibatkan perasaan saling menghargai, menghormati, dan mempercayai. Dicintai dan diterima adalah jalan menuju perasaan yang sehat dan berharga, sebaliknya tanpa cinta menimbulkan kesia-siaan, kekosongan, dan kemarahan.
Ada dua jenis cinta (dewasa) yakni Deficiency atau D-love dan Being atau B-love. Kebutuhan cinta karena kekurangan, itulah D-love; orang yang mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang membuat dirinya menjadi tidak sendirian. Misalnya, hubungan pacaran, hidup bersama, atau perkawinan yang membuat seseorang terpuaskan keamanan dan kenyamanannya. D-love adalah cinta yang mementingkan diri sendiri, lebih memperoleh daripada memberi.
B-love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain apa adanya, tanpa keinginan mengubah dan memanfaatkan orang lain. Cinta yang tidak berniat memiliki, tidak mempengaruhi, dan terutama bertujuan memberi orang lain gambaran positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka kesempatan orang itu untuk berkembang.
Menurut Maslow, kegagalan memenuhi kebutuhan dimiliki dan cinta menjadi sebab hampir semua bentuk psikopatologi. Pengalaman kasih sayang anak menjadi dasar perkembangan kepribadian yang sehat. Gangguan penyesuaian bukan disebabkan oleh frustasi keinginan sosial, tetapi lebih karena tidak adanya keintiman psikologik dengan orang lain.

6. Kebutuhan Dasar 4: Kebutuhan Harga Diri (Self-Esteem)
Manakala kebutuhan dimiliki dan mencintai lebih telah relatif terpuaskan, kekuatan motivasinya melemah, diganti motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri:
  1. Menghargai diri sendiri (self-respect): kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan. Orang membutuhkan pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya berharga, mampu menguasai tugas dan tantangan hidup.
  2. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from others): kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi menjadi penting, kehormatan, diterima, apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal baik dan dinilai baik oleh orang lain.
Kepuasan kebutuhan harga diri menimbulkan perasaan sikap percaya diri, diri berharga, diri mampu, dan perasaan berguna dan penting di dunia. Sebaliknya, frustasi karena kebutuhan harga diri tak terpuaskan akan menimbulkan perasaan dan sikap inferior, canggung, lemah, pasif, tergantung, penakut, tidak mampu mengatasi tuntutan hidup dan rendah diri dalam bergaul. Menurut Maslow, penghargaan dari orang lain hendaknya diperoleh berdasarkan penghargaan diri kepada diri sendiri. Orang seharusnya memperoleh harga diri dari kemampuan dirinya sendiri, bukan dari ketenaran eksternal yang tidak dapat dikontrolnya, yang membuatnya tergantung kepada orang lain.

7. Kebutuhan Meta: Kebutuhan Aktualisasi Diri
Akhirnya setelah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah kebutuhan meta atau kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi seseorang itu mampu mewujudkannya memakai (secara maksimal) seluruh bakat-kemampuan- potensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan diri sendiri (self-fulfilment), untuk menyadari seluruh potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dapat dia lakukan, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencari puncak prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu. Mereka mengekspresikan kebutuhan dasar kemanusiaan secara alami dan tidak mau ditekan oleh budaya.
Empat kebutuhan dasar adalah kebutuhan karena kekurangan atau D-need (deficiency need), sedang kebutuhan meta atau kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan karena ingin berkembang-ingin berubah, ingin mengalami transformasi menjadi lebih bermakna- atau B-need (being need). Menurut Maslow kebutuhan dasar berisi kebutuhan konatif, sedangkan kebutuhan meta berisi kebutuhan estetik dan kebutuhan kognitif.
Maslow menemukan 17 kebutuhan estetika dan kognitif. Keduanya tidak dapat dipisahkan secara tajam mana yang masuk kebutuhan estetik dan mana yang masuk kebutuhan kognitif, karena keduanya saling tumpang tindih. Pada dasar kebutuhan meta need, nomor-nomor kecil lebih banyak muatan kebutuhan estetiknya, semakin besar nomornya-muatan kognitifnya semakin banyak. Kebutuhan-kebutuhan memang tidak dapat dipandang sesuatu yang saling asing. Bahkan saling tumpang tindih itu terjadi antara kebutuhan konatif, estetik, dan kognitif sekaligus, misalnya pada kebutuhan keteraturan (order), dapat masuk ke kebutuhan estetik dalam hal sifat harmoni dan simetri, bisa masuk ke kebutuhan konatif karena menjamin perasaan aman (dari keteraturan hidup), dan juga bisa masuk ke kebutuhan kognitif ketika keteratuan itu menyangkut penyusunan rumus matematik dan alur berfikir yang teratur.
Tabel 3.1 Kebutuhan Meta: Kebutuhan Estetik dan Kognitif
No.
Metaneed
Karakter yang sama/berhubungan
1
Keanggunan (beauty)
Keindahan, keseimbangan bentuk, menarik perhatian
2
Bersemangat (Aliveness)
Hidup, bergerak spontan, berfungsi penuh, berubah dalam aturan
3
Keunikan (Uniqueness)
Keistimewaan, kekhasan, tak ada yang sama, kebaruan
4
Bermain-main (Playfullness)
Gembira, riang, senang, menggelikan, humor
5
Kesederhanaan (Simplicity)
Jujur, terbuka, menasar, tidak berlebihan, tidak rumit
6
Kebaikan (Goodness)
Positif, bernilai, sesuai dengan yang diharapkan
7
Teratur (Order)
Rapi, terencana, mengikuti aturan, seimbang
8
Kemandirian (Self sufficiency)
Otonom, menentukan diri sendiri, tidak tergantung
9
Kemudahan (Effortlessness)
Ringan, tanpa usaha, tanpa hambatan, bergaya
10
Kesempurnaan (Perfection)
Mutlak, pantas, tidak berlebih dan tidak kurang, optimal
11
Kelengkapan (Completion)
Selesai, tamat, sampai akhir, puas terpenuhi, tanpa sisa
12
Berisi (Richness)
Kompleks, rumit, penuh, berat, semua sama penting
13
Hukum (Justice)
Tidak berat sebelah, menurut hukum, yang seharusnya
14
Penyatuan (Dicotomy/Transcendence)
Menerima perbedaan, perubahan, penggabungan
15
Keharusan (Necessily)
Tidak dapat ditolak, syarat sesuatu harus seperti itu
16
Kebulatan (Wholeness)
Kesatuan, integrasi, kecenderungan menyatu, saling berhubungan
17
Kebenaran (Truth)
Kenyataan, apa adanya, faktual, tidak berbohong

8. Kebutuhan Neurotik
Kepuasan kebutuhan hirarkis (konatik, estetik, dan kognitif) menjadi dasar dari kesehatan fisik dan psikis seseorang, dan frustasi karena kegagalan memperoleh kepuasan akan menimbulkan gangguan, penyakit pada taraf tertentu. Maslow mengemukakan, manusia masih mempunyai satu kebutuhan, yakni kebutuhan neurotik, yang bekerja terpisah dari tiga kebutuhan itu. Frustasi karena kebutuhan hirarkis yang tidak terpenuhi, dalam keadaan yang ekstrim dan berjangka lama dapat berubah menjadi kebutuhan neurotik. Sesudah berubah wujud menjadi kebutuhan neurotik, kebutuhan ini membuat sistem sendiri yang terpisah dari sistem kebutuhan yang sehat. Kebutuhan neurotik membuat orang mengalami stagnasi atau patologis tak peduli apakah kebutuhan itu terpenuhi atau tidak terpenuhi.
Kebutuhan neurotik bersifat non-produktif, mengembangkan gaya hidup yang tidak sehat, gaya hidup yang tidak memiliki nilai dalam kaitannya dengan perjuangan mencapai aktualisasi diri, gaya hidup reaktif, berperan sebagai kompensasi dari kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi. Orang yang kebutuhan keamanannya tidak terpuaskan, mungkin mengembangkan keinginan yang kuat untuk menimbun uang dan harta benda. Dorongan menimbun semacam itu adalah dorongan neurotik, tidak berharga sebagai motivator menuju kesehatan jiwa. Orang yang kebutuhan dimiliki dan cinta-nya terpuaskan, mengembangkan tingkah laku agresif dan marah kepada orang lain secara berlebihan. Kebutuhan agresif dan marah yang berlebih itu adalah kebutuhan neurotik yang tidak mempunyai peran positif dalam gerak menuju aktualisasi diri.
Kebutuhan neurotik berbeda dengan kebutuhan hirarkis karena kepuasan kebutuhan neurotik tidak membuat orang berkembang menjadi sehat. Memberi semua kekuatan yang diinginkan oleh orang yang kebutuhan neurotiknya haus kekuasaan, tidak membuat neurotiknya mereda, dan jenuh. Berapapun makanan yang disediakan, dia masih tetap lapar (karena dia melihat makanan lain). Apakah kebutuhan neurotik itu terpenuhi atau tidak, kesehatan jiwa tidak menjadi lebih baik. Frustasi (karena tidak terpuaskan) pada setiap jenjang kebutuhan dapat berubah menjadi kebutuhan neurotik, khususnya frustasi pada kebutuhan keamanan dan kebutuhan dimiliki atau cinta.

C. Mencapai Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri dapat dipandang sebagai kebutuhan tertinggi dari suatu hirarki kebutuhan, namun juga dapat dipandang sebagai tujuan final, tujuan ideal dari kehidupan manusia. Konsep tujuan hidup sebagai motivator ini mirip dengan konsep arsetif-self dari Jung, kekuatan-kreatif-self dari Adler, atau realisasi-diri dari Horney. Menurut Maslow, tujuan mencapai aktualisasi diri itu bersifat alami, yang dibawa sejak lahir. Secara genetik manusia mempunyai potensi dasar yang positif. Di samping itu manusia juga mempunyai potensi dasar jalur perkembangan yang sehat untuk mencapai aktualisasi diri. Jadi orang yang sehat adalah orang yang mengembangkan potensi positifnya mengikuti jalur perkembangan yang sehat, lebih mengikuti hakekat alami di dalam dirinya, alih-alih mengikuti pengaruh lingkungan diluar dirinya.
Kebutuhan neurotik merupakan perkembangan kebutuhan yang menyimpang dari jalur alami. Menurut Maslow penolakan, frustrasi, dan penyimpangan dari perkembangan hakekat alami akan menimbulkan psikopatologi. Dalam pandangan ini, apa yang baik adalah semua yang mendekat ke aktualisasi diri, dan yang buruk atau abnormal adalah segala hal yang menggagalkan atau menghambat atau menolak aktualisasi diri sebagai hakekat alami kemanusiaan. Karena itu psikoterapi adalah usaha mengembalikan orang ke jalur aktualisasi diri-nya dan berkembang sepanjang lintasan yang diatur alam di dalam dirinya.
Aktualisasi sebagai tujuan final-ideal hanya dapat dicapai oleh sebagian kecil dari populasi, itupun hanya dalam prosentase kecil. Menurut Maslow rata-rata kebutuhan aktualisasi diri hanya terpuaskan 10%. Kebutuhan aktualsasi ini jarang terpenuhi karena orang sukar menyeimbangkan antara kebanggaan dengan kerendahan hati, antara kemampuan memimpin dengan bertanggung jawab yang harus dipikul, antara mencemburui kebesaran orang lain dengan perasaan kurang berharga. Orang akhirnya menyangkal dan menarik diri karena perkembangan pribadi justru menimbulkan sejenis perasaan takut, terpesona, lemah dan tidak mampu. Orang menyangkal dan menolak kemampuan dan potensi tertingginya dan kreativitasnya. Maslow menamakan perasaan takut, gamang, perasaan tidak berharga, dan meragukan kemampuan diri memperoleh kemasyhuran dan aktualisasi diri sebagai Kompleks Junus – Jonah Complex- (diambil dari kisah Nabi Junus, yang menolak mengingatkan umatnya yang kafir/penyembah setan, dan malahan melarikan diri naik kapal. Tuhan kemudian mengirim badai dan ikan Paus untuk memakannya).

1. Pengembangan Diri
Orang gagal mencapai aktualisasi diri karena mereka takut menyadari kelemahan dirinya sendiri. Masyarakat dapat mendorong atau merintangi aktualisasi diri. Sekolah misalnya, dapat mendorong siswanya mengejar aktualisasi diri dengan memberi siswa kepuasan rasa aman, kebersamaan dan esteem. Maslow mengemukakan dua jalur untuk mencapai aktualisasi diri; jalur belajar (mengembangkan diri secara optimal pada semua tingkat kebutuhan hirarkis) dan jalur pengalaman puncak. Ada delapan model tingkah laku yang harus dipelajari dan dilakukan agar orang dapat mencapai aktualisasi diri melalui jalur belajar-pengembangan diri, sebagai berikut:
    1. Alami sesuatu dengan utuh, gamblang, tanpa pamrih. Masukkan diri ke dalam pengalaman mengenai sesuatu, berkonsentrasi mengenainya seutuhnya, biarkan sesuatu itu menyerapmu.
    2. Hidup adalah perjalanan proses memilih antara keamanan (jauh dari rasa sakit dan kebutuhan bertahan) dengan resiko (demi kemajuan dan perkembangan): buat pilihan pertumbuhan “sesering mungkin tiap hari.”
    3. Biarkan self tegak. Usahakan untuk mengabaikan tuntutan eksternal mengenai apa yangs seharusnya kamu pikirkan, rasakan, dan ucapkan. Biasakan pengalaman membuatmu dapat mengatakan apa yang sesungguhnya kamu rasakan.
    4. Apabila ragu, jujurlah. Jika kamu melihat ke dalam dirimu dan jujur, kamu akan mengambil tanggung jawab, bertanggung jawab adalah aktualisasi diri.
    5. Dengar dengan seleramu sendiri, bersiaplah untuk tidak populer.
    6. Gunakan kecerdasanmu, kerjakan sebaik mungkin apa yang ingin kamu kerjakan, apakah itu latihan jari di atas tuas piano, mengingat nama setiap tulang-otot-hormon, atau belajar bagaimana memelitur kayu sehingga menjadi halus seperti sutra.
    7. Buatlah pengalaman puncak (peak experience) seperti terjadi, buang ilusi dan pandangan salah, pelajari apa yang kamu tidak bagus dan kamu tidak potensial.
    8. Temukan siapa dirimu, apa pekerjaanmu, apa yang kamu senangi dan tidak kamu senangi, apa yang baik dan buruk bagimu, kemana kamu pergi, apa misimu. Bukalah dirimu kamu dapat mengenali pertahanan dirimu, dan usahakan mendapat keberanian untuk menyerah.

  1. Pengalaman Puncak (Peak Experience)
Maslow menemukan dalam penelitiannya bahwa banyak orang yang mencapai aktualisasi diri ternyata mengalami pengalaman puncak: suatu pengalaman mistik mengenai perasaan dan sensasi yang mendalam, psikologik dan fisiologik. Suatu keadaan dimana seseorang mengalami ekstasi-keajaiban-terpesona-kebahagiaan yang luar biasa, seperti pengalaman keilahian yang mendalam, dimana saat itu diri seperti hilang atau mengalami transendensi. Pengalaman puncak itu bisa diperoleh dari mengalami sesuatu yang sempurna, nyata dan luar biasa, menuju keadilan atau nilai yang sempurna. Sepanjang mengalami hal itu, orang merasa sangat kuat, sangat percaya diri dan yakin. Pengalaman puncak itu mengubah seseorang menjadi merasa lebih harmoni dengan dunia, pemahaman dan pandangannya menjadi luas. Maslow menerima gambaran pengalaman puncak yang disusun oleh William James, sebagai berikut:
  1. Tak terlukiskan (ineffability): Subjek sesudah mengalami pengalaman puncak segera mengatakan bahwa itu adalah ekspresi keajaiban, yang tidak dapat digambarkan dengan kata-kata, yang tidak dapat dijelaskan kepada orang lain.
  2. Kualitas kebenaran intelektual (neotic quality): Pengalaman puncak adalah pengalaman menemukan kebenaran dari hakikat intelektual.
  3. Waktunya pendek (transiency): Keadaan mistis tidak bertahan lama. Umumnya hanya berlangsung 30 menit atau paling lama satu atau dua jam (jarang sekali berlangsung lebih lama), pengalaman itu menjadi kabur dan orang kembali ke dunianya sehari-hari.
  4. Pasif (passivity): Orang yang mengalami pengalaman mistis merasa kemauan dirinya tergusur (abeyance), dan terkadang dia merasa terperangkap dan dikuasai oleh kekuatan yang sangat besar.
Pada mulanya Maslow berpendapat bahwa pengalaman puncak ini hanya dapat dialami oleh orang-orang tertentu saja, khususnya mereka yang sudah mencapai aktualisasi diri akan mengalaminya secara teratur berkali-kali. Namun sesudah Maslow semakin terampil mewawancari orang mengenai pengalaman-pengalaman orang itu, dia menemukan bahwa sebagian besar “orang rata-rata” pernah mengalami pengalaman puncak. Masalahnya, orang cenderung mereaksinya dengan melarikan diri alih-alih dengan penerimaan yang “terbuka”. Orang yang pandangan hidupnya materialis dan mekanistik adalah orang yang secara sengaja menghilangkan bagian kehidupan spiritual yang sangat penting dari kehidupannya. Pengaruh pengalaman puncak berjangka lama – tidak mudah hilang (lasting), antara lain:
    1. Hilangnya simptom neurotik
    2. Kecenderungan melihat diri sendiri lebih sehat
    3. Perubahan pandangan mengenai orang lain dan hubungan dirinya dengan mereka
    4. Perubahan padangan diri mengenai dunia
    5. Munculnya kreativitas, spontanitas dan kemampuan mengekspresikan diri
    6. Kecenderungan mengingat pengalaman puncak itu dan berusaha mengulanginya
    7. Kecenderungan melihat kehidupan secara umum sebagai lebih berharga
Dapat disimpulkan, aktualisasi diri yang dicapai melalui pengalaman puncak membuat orang lebih religius, mistikal, sholeh, dan indah (poetical) dibanding dengan aktualisasi yang diperoleh melalui pengembangan diri (yang lebih praktis, membumi, terikat dengan urusan keduniaan). Namun secara umum orang yang mencapai aktualisasi diri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
    1. Orientasinya realistik, memandang realitas secara efisien
    2. Menerima diri, orang lain dan alam sekitar apa adanya.
    3. Spontan, sederhana, alami
    4. Lebih memperhatikan masalah (problem-centered) alih-alih memperhatikan diri sendiri (self-centered)
    5. Berpendirian kuat dan membutuhkan privacy
    6. Otonom dan bebas dari kultur lingkungan
    7. Memahami orang dan sesuatu secara segar dan tidak stereotip
    8. Memiliki pengalaman mistikal atau spiritual, walaupun tidak harus religius
    9. Mengenal harkat kemanusiaan, memiliki minat sosial (gemeinschaft)
    10. Cenderung memiliki hubungan dengan sedikit orang tercinta alih-alih hubungan renggang dengan banyak orang
    11. Memiliki nilai dan sikap demokratis
    12. Tidak mengacaukan sarana dengan tujuan
    13. Rasa humornya filosofik, tidak berlebihan
    14. Luluh dengan lingkungan alih-alih sekedar menanganinya
    15. Sangat kreatif
    16. Menolak bersetuju dengan kultur

D. Organisasi Kepribadian

        1. Sindrom Kepribadian
Unit utama dari kepribadian adalah sindrom kepribadian (personality syndrome): sejumlah sifat-sifat yang berbeda (tingkah laku, persepsi, pikiran, dorongan untuk berbuat, dll) yang terstruktur, terorganisir, dan saling berhubungan, muncul bersama-sama.
Maslow baru meneliti tiga sindrom yang terpenting, yakni sindrom harga diri (self-esteem), sindrom keamanan (security), dan sindrom kecerdasan (intelectual). Penelitian dilakukan dengan memakai metode holistik-analitik. Metode ini mementingkan pandangan menyeluruh, manusia sebagai organisme sekaligus analisis terhadap bagian-bagian rincinya. Pendekatan holistik menjelaskan bagaimana interaksi bagian-bagian dalam oragnisasi dinamik dari individu sebagai satu kesatuan. Pendekatan memahami detil, apa, bagaimana dan peran-peran unsur-unsur yang terlibat di dalamnya. Tentu saja, ketika menganalisis komponen-komponen suatu sindrom, harus tetap diingat bahwa komponen-komponen itu menjadi bagian dari unit yang lebih besar lagi, berturut-turut sampai ke unit yang paling besar, yaitu sindrom kepribadian.
Tabel 3.2: Contoh Sindrom keamanan
Level 1
Personality Syndrome
Security – Insecurity
Level 2
Subsyndrome
Kekuatan – Kepatuhan
Level 3
Su-subsyndrome
Curiga – Persamaan Derajat
Level 4
Sub-sub-subsyndrome
Warna kulit – Ciri terdalam manusia
Level 5
Sub-sub-sub-subsyndrome
Menekankan perbedaan – Menekankan persamaan antar manusia antar manusia
Konsep sindrom kepribadian yang berisi sub sindrom, merupakan bagian dari usaha. Maslow menolak pandangan yang memecah atau memerinci manusia menjadi bagian-bagian kecil yang saling tidak berhubungan, menjadi bagian elementer dalam situasi yang spesifik. Perasaan mudah curiga, itu bukan bagian atau unsur yang menandai adanya sindrom kepribadian, tetapi perasaan curiga itu merupakan wujud lain dari sindrom keamanan. Hubungan antara kecurigaan, kekuatan, dan keamanan, akan menjelaskan bagaimana perasaan aman berubah menjadi perasaan curiga.

  1. Kekurangan dan Menjadi (Deficiency – Being)
Menurut Maslow, orang berhubungan dengan dunia luar dalam dua bentuk, alam-kekurangan dan alam-menjadi. Alam kekurangan atau D-realm adalah D-need, bisa berwujud D-love. D-value, dan D-lainnya, (D = deficiency = kekurangan); merupakan bentuk hubungan dimana orang terlibat dengan kegiatan memuaskan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup – orang berusaha untuk mengatasi atau menghindari kebutuhan kekurangan seperti makanan, minuman, tempat istirahat. Alam menjadi, atau B-realm adalah B-need, bisa berwujud B-love, B-value, dan B-lainnya (B = being = menjadi) lainnya. Bentuk hubungan alam menjadi adalah hubungan orang dengan dunia luarnya sesudah kebutuhan dan motiv dasar terpenuhi. Orang kemudian terlibat dalam kegiatan mengembangkan aktualisasi diri dan memperluas eksisitensi.
Sebagai tambahan dan untuk membedakan motiv/kebutuhan D dengan B, Maslow membedakan jenis kognisi yang menjadi ciri dari dua alam itu, D-cognition dengan B-cognition. Orang mungkin berpikir bahwa B-kognisi lebih diharapkan, namun Maslow mengingatkan bahwa D-kognisi sama-sama dibutuhkan. Semata-mata B-Kognisi bisa membuat orang hanya memikirkan diri sendiri, dan tidak mempedulikan orang lain. Itu tidak sehat, orang harus tetap memikirkan tentang kekurangan dirinya sendiri, membandingkan dirinya dengan orang lain, dan berkomunikasi memakai pikiran orang lain yang “lebih baik” dari pemikiran yang dia miliki. Jadi, mengejar aktualisasi diri berarti harus lebih banyak berfikir B-kognisi dengan D-kognisi dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3.3: Perbandingan ciri-ciri D-kognisi dengan B-kognisi
D-Kognisi
B-Kognisi
Segala sesuatu dipandang tergantung kepada yang lain, sebagai tidak lengkap.

Beberapa aspek dari sesuatu yang diperhatikan; perhatian yang bersamaan diberikan kepada hal lain, faktor yang berkaitan atau kausal.

Sesuatu dipandang sebagai anggota dari suatu kelas, contoh, atau sampel.


Segala sesuatu dipandang berhubungan dengan urusan manusia, kegunaannya, keberbahayaannya, dan semacamnya.

Segala sesuatu menjadi kurang menarik, kesamaan mengarah ke kebosanan.


Pelaku mengalami bukan hanya objek semata, tetapi objek yang terikat dengan self.


Segala sesuatu dipandang sebagai sarana bagi yang lain.


Segala sesuatu dipandang pilah-pilah tidak saling berhubungan, sering bertentangan.

Dunia dalam dan dunia luar dipandang sebagai yang semakin tidak sama.

Obyek dipandang sebagai hal yang normal, sehari-hari, tidak ada yang luar biasa.

Hal yang serius dipandang sangat berbeda dengan sesuatu yang menyenangkan, humor adalah musuh atau tidak ada.
Segala sesuatu dipandang utuh, lengkap

Segala sesuatu diperhatikan secara khusus dan dipandang mendalam dan menyeluruh.


Sesuatu dipandang apa adanya, hal itu saja tanpa dipersaingkan dengan hal lainnya.

Segala sesuatu dipandang tidak berhubungan urusan manusia.


Segala sesuatu menjadi semakin menarik dengan mengulang mengalaminya.

Penerima pengalaman menjadi terlarut dan tidak memunculkan self; pengalaman diorganisir disekitar obyek alih-alih disekitar ego.

Segala sesuatu dipandang berakhir sampai itu sebagai hal yang menarik secara hakiki (intrinsik).

Dikotomi, polaritas, konflik antar segala sesuatu dipandang perlu dan dibutuhkan oleh keseluruhan.

Dunia dalam dan dunia luar dipandang sebagai hal semakin sama.

Obyek sering dipandang sebagai suci, sakral, sangat spesial.


Dunia dan self sering dipandang menarik dan pedas; kelucuan dan tragis digabungkan; humor adalah filosofi.
E. Aplikasi

    1. Personal Orientation Inventory (Shostrom)
POI adalah tes yang disusun berdasarkan teori Maslow mengenai aktualisasi diri, dan bertujuan untuk mengukur aktualisasi diri itu dalam diri seseorang, Shostrom melaporkan tes yang disusunnya cukup valid dan reliabel menghasilkan ukuran yang komprehensif mengenai nilai-nilai dan tingkah laku- tingkah laku dari aktualisasi diri seseorang. Tes ini terdiri dari 150 item pilihan ganda, testee diminta untuk memilih mana yang sesuai dengan dirinya, pernyataan (a) atau (b), tetapi mereka boleh tidak menjawab kalau dua pertanyaan itu tidak ada yang cocok dengan dirinya, atau dia sama sekali tidak tahu mengenai pernyataan itu.
POI mempunyai 2 skala utama dan 10 subskala. Skor tinggi pada 12 skala itu menunjukkan tingginya tingkat aktualisasi diri, sedang skor rendah memberi petunjuk kekurangan-kekurangan dalam nilai-nilai dan tingkah laku-tingkah laku yang membuat orang terhambat mencapai aktualisasi diri. Nilai rendah ini tidak berarti orangnya patologis. Menurut Shostrom, ketika Maslow mengisi POI dengan jujur, dia hanya mencapai skor “berada dalam jalur menuju aktualisasi diri” yang tentu tidak setinggi skor orang yang sudah mencapai aktualisasi diri.

  1. Neurotik
Sejak awal telah dikemukakan bahwa Maslow tidak banyak tertarik dengan abnormalitas dan psikoterapi, dan lebih banyak menganalisis orang yang normal bahkan supernormal. Karena itu konsep-konsepnya tentang neurotik tidak utuh, tersebar diberbagai elaborasi konsep lainnya. Menurut Maslow, manusia itu lahir dengan keinginan dasar berkembang sehat, bergerak menuju aktualisasi diri. Gagal dalam mengembangkan keinginan dasar itu akan menimbulkan neurosis dan perkembangan abnormal. Penderita neurotik adalah orang yang terhalang atau menghalangi diri sendiri dari memperoleh kepuasan kebutuhan dasar mereka sendiri. Halangan itu menghentikan gerak maju menuju akutalisasi diri. Jika orang tidak mempunyai makanan dan tempat tinggal, mereka tidak akan mencapai perkembangan ootensi psikologis sepenuhnya. Bayi yang tidak memperoleh pengalaman cinta yang sehat dari orang tuanya, akan mengalami hambatan dalam mengekspresikan kebutuhan dimiliki dan cinta. Individu yang merasa terancam dan tidak aman banyak yang memiliki kepercayaan diri dan harga diri yang rendah. Kompleks Junus (Jonah Complex) merupakan bentuk hambatan neurotik, yang pada kadar tertentu dimiliki oleh semua orang.

3. Psikoterapi
Walaupun Maslow bukan praktisi psikoterapis, dia berpendapat teorinya dapat diaplikasikan ke dalam psikoterapi. Menurutnya, kepuasan kebutuhan dasar hanya dapat terjadi melalui hubungan interpersonal, karena itu terapi harus bersifat interpersonal. Suasana terapi harus melibatkan perasaan saling berterus terang/jujur, saling percaya, dan tidak defensif. Suasana itu juga mengijinkan ekspresi yang kekanak-kanakan dan memalukan. Ekspresi kelemahan diri ini bisa terjadi kalau hubungan terapi mendukung, tidak menimbulkan ancaman. Dalam suasana yang demokratis, terapis harus memberi klien penghargaan, cinta, dan perasaan bahwa klien itu berada dalam alur perkembangan yang benar. Dengan kata lain, terapis harus memuaskan kekurangan kebutuhan dasar klien. Tetapi terapi efektif harus maju lebih jauh. Hubungan teraputik bukan hanya dibangun melalui cinta yang diberikan kepada klien, tetapi juga ekspektasi cinta dan afeksi dari klien kepada terapisnya. Klien secara umum didorong untuk menampilkan nilai-nilai yang berhubungan dengan perkembangan positif. Ia didorong untuk berani membuka diri, belajar memahami lebih lanjut mengenai kompleksitas kehidupan manusia. Maslow menyadari bahwa terapi yang suportif dan hangat tidak dapat dipakai dengan klien tertentu, misalnya mereka yang kronis, neurotik yang melibatkan ketidakpercayaan dan kemarahan kepada orang lain. Pada kondisi semacam itu, Maslow yakin analisis memakai pendekatan Freud lebih berhasil.

F. Evaluasi

      1. Refleksi Diri
Setelah mengkaji materi pelatihan tentang Paradigma Psikologi Kepribadian C.G. Jung dan Abraham Maslow baik konseptual maupun aplikasinya, peserta diharapkan mampu mengungkap kembali berdasarkan pengalaman diri melalui penyelesaian tugas berikut:
      1. Menemukenali arti kepribadian menurut C.G.Jung dan Abraham Maslow!
      2. Menemukenali tipologi pribadi menurut paradigma C.G Jung!
      3. Menemukenali karakteristik pribadi menurut paradigma Abraham Maslow!
      4. Menemukenali strategi aktualisasi diri melalui pengalaman puncak, sertakan contohnya!
      5. Cara-cara yang mana dapat digunakan untuk membantu kolega yang “minder atau menarik diri”!

  1. Kasuistik

Sebagai wujud aktualisasi diri seseorang di antaranya adalah menduduki posisi penting dalam suatu institusi. Seorang Kepala Sekolah perempuan lebih berhasil karena animusnya ketimbang laki-laki. Faktor lain yang mendukung keberhasilan pemimpin perempuan adalah jujur, loyal terhadap tupoksi, disiplin tinggi, sekalipun kekurangan itu terjadi dan wajar. Analisislah kasuistik tersebut menurut pandangan Jung dan Maslow!