Tata tertib dan kedisiplinan sangat penting artinya dalam mewujudkan budaya dan iklim sekolah yang kondusif melalui penciptaan kedisiplinan belajar. Penelitian Moedjiarto (1990) mengungkapkan bahwa karakteristik tata tertib dan kebijakan disiplin sekolah mempunyai hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik siswa. Pada dasarnya tata tertib dan disiplin merupakan harapan yang dinyatakan secara eksplisit yang mengandung peraturan tertulis mengenai perilaku siswa yang dapat diterima, prosedur disiplin, dan sanksi-sanksinya (ESCN, 1987 seperti dikutip oleh Moedjiarto, 1990). Witte dan Walsh (1990) mengemukakan dua dimensi penting kedisiplinan yang dilaksanakan dalam sekolah efektif, yaitu: (1) persetujuan kepala sekolah dan guru terhadap kebijakan disiplin sekolah, dan
(2) dukungan yang diberikan kepada guru bilamana mereka melaksanakan peraturan disiplin sekolah.
Disiplin sebenarnya bukan hanya sekedar aturan yang harus ditaati untuk merubah perilaku siswa di sekolah dan bukan sekedar sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan, tetapi lebih dari itu untuk membentuk mental disiplin kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan kondisi sekolah yang dapat membuat semua personil sekolah untuk taat dan patuh secara sadar untuk mengikuti tata tertib yang ada disekolah tersebut. Misalnya tata tertib untuk masuk sekolah jam 07.00-07.15. dan bila melewati jam tersebut pintu gerbang sekolah ditutup rapat, siapapun tidak diperbolehkan untuk masuk ke lingkungan sekolah jika terlambat, kecuali tamu yang akan berkunjung kesekolah atau ada hal lain yang mendesak sehingga pintu gerbang sekolah dapat dibuka. Aturan itu harus konsisten dilaksanakan dan diberlakukan kepada semua personil sekolah termasuk guru, staf dan kepala sekolah.
Indikator-indikator yang perlu diperhatikan dalam menegakkan tata tertib dan kedisiplinan meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu penyusunan tata tertib, sosialisasi tata tertib, dan penegakan tata tertib.
A. Penyusunan Tata Tertib
Beberapa pedoman umum dalam menyusun tata tertib sekolah dikemukakan sebagai berikut.
1. Penyusunan tata tertib melibatkan atau mengakomodasi aspirasi siswa dan aspirasi orangtua siswa yang dianggap sesuai dengan visi dan misi sekolah.
2. Semua aturan disiplin dan tata-tertib yang berkaitan dengan apa yang dikehendaki, dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan beserta sanksi atas pelanggarannya, merupakan hasil kompromi semua pihak (siswa, orangtua, guru, guru pembimbing, dan kepala sekolah).
3. Penyusunan tata tertib harus didasarkan pada komitmen yang kuat antara semua unsur dan komponen sekolah dan konsisten dengan peraturan dan tata tertib yang berlaku.
4. Tata tertib sekolah hendaknya tetap memberi ruang untuk pengembangan kreativitas warga sekolah dalam mengespresikan diri dan mengembangkan potensi dan kompetensi yang dimilikinya. Jika perlu dibuat satu hari tertentu di mana pada hari itu siswa diberikan kesempatan untuk berkreasi atau memberi saran kepada guru, pegawai dan kepala sekolah dalam rangka pengembangan sekolah.
5. Tata tertib sekolah jangan hanya dibuat berupa konsep yang harus dipatuhi oleh warga sekolah dengan sanksi yang sangat jelas yang dapat membuat aturan menjadi kaku, tetapi bagaimana mengkondisikan sekolah yang bisa membuat orang untuk tidak melakukan pelanggaran.
6. Tata tertib yang ada jangan sampai hanya dilakukan untuk menertibkan warga sekolah dari segi fisik saja, tetapi juga untuk membentuk mental disiplin agar disiplin yang terjadi bukan kedisiplinan semu yang dilakukan karena takut menerima sanksi, tetapi lebih kepada kesadaran bahwa tata tertib itu memiliki nilai kebenaran sehingga perlu untuk ditaati.
7. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya terutama diarahkan untuk membangun budaya perilaku positif dan sikap disiplin di kalangan siswa (self-dicipline) dan warga sekolah lainnya. Di SD, sasaran seperti ini dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran pembiasaan pada kelas-kelas awal.
8. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya hendaknya tetap memberi ruang bagi berkembangnya kreativitas dan sikap kritis warga sekolah. Untuk siswa misalnya, perlu ada kesepakatan mengenai batas wajar tentang perilaku yang dapat dikategorikan nakal atau melanggar tata tertib.
9. Format penyusunan aturan disiplin dan tata tertib dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Contoh model yang dapat digunakan untuk siswa adalah model penambahan skor dan pengurangan skor:
§ Model penambahan skor. Dalam model ini, ditetapkan skor denda maksimum, misalnya 100 poin, sebagai batas toleransi. Siswa yang mencapai skor 100 akan terancam dikeluarkan dari sekolah.
§ Model pengurangan skor. Dalam model ini setiap siswa diberi skor modal awal, misalnya 100 poin. Setiap pelanggaran akan berakibat pengurangan skor, dan siswa yang mencapai skor nihil akan terancam dikeluarkan dari sekolah.
Dalam model seperti yang disebutkan di atas, yang perlu diperhatikan adalah konsekuensi yang muncul dari setiap penambahan dan/atau pengurangan skor. Jangan sampai, mental disiplin yang ingin ditanamkan menjadi hilang karena terlalu fokus pada skor yang ada.
10. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya dibuat dalam bentuk tertulis dan disahkan oleh kepala sekolah, agar semua pihak mengetahui dan memahami setiap butir aturan disiplin tersebut.
11. Selain peraturan tentang pemberian sanksi, sekolah juga dapat membuat peraturan tentang pemberian penghargaan kepada warga sekolah untuk memotivasi mereka mentaati disiplin dan tata tertib sekolah.
B. Sosialisasi Tata Tertib
Pelaksanaan tata tertib sekolah sangat tergantung pada pemahaman pihak-pihak terkait terhadap tata tertib yang disusun. Karena itu sosialisasi tata tertib perlu dilakukan untuk memastikan bahwa semua pihak memahami dengan baik isi tata tertib tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam melaksanakan sosialisasi tata tertib dikemukakan berikut ini.
1. Aturan disiplin dan tata tertib yang telah disusun, disepakati dan disahkan kepala sekolah hendaknya disosialisasikan secara berkelanjutan kepada seluruh warga sekolah, dalam hal ini siswa, guru, orangtua siswa, pegawai, dan pengurus komite sekolah. Sekolah perlu memastikan bahwa mereka memiliki pemahaman yang sama tentang butir-butir tata tertib yang telah disepakati dan disahkan tersebut. Sosialisasi untuk orang tua siswa dan pengurus komite sekolah dapat dilakukan dengan cara mengirimkan tata tertib yang telah dibuat dalam bentuk tertulis kepada mereka.
2. Butir-butir tata tertib sekolah dapat dibuat dalam bentuk poster afirmasi yang dipajang di majalah dinding sekolah dan/atau lokasi-lokasi strategis di lingkungan sekolah agar dapat senantiasa dilihat, dibaca dan dipahami oleh seluruh warga sekolah.
C. Penegakan Tata Tertib
Kegiatan terpenting dalam menguji efektivitas tata tertib adalah pada pelaksanaannya. Di sini terkait dengan sejauh mana upaya pihak sekolah dalam menegakkan tata tertib yang telah disusun. Sebab betapapun baiknya tata tertib tapi jika tidak ditegakkan secara konsekuen maka tidak akan banyak artinya dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah. Beberapa pertimbangan dalam penegakan tata tertib dikemukakan berikut ini.
1. Disiplin dan tata tertib sekolah berlaku untuk semua unsur yang ada disekolah tidak terkecuali kepala sekolah ataupun guru dan staf harus patuh dan taat pada peraturan sekolah yang berlaku dan menjadi komitmen yang kuat dan mengikat.
2. Sikap, perilaku, dan tindakan kepala sekolah, guru, dan warga sekolah lainnya, hendaknya menjadi model dan teladan bagi penegakan perilaku tertib dan disiplin di sekolah.
3. Memberikan penghargaan sebagai teladan kepada guru, siswa dan staf yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama kurun waktu tertentu dan diumumkan secara aklamasi pada saat pelaksanaan upacara.
4. Penegakan disiplin dilakukan secara bertahap kepada semua unsur yang ada disekolah mulai dari peringatan, teguran, percobaan, penundaan, demosi dan PHK atau dikeluarkan sampai masalah itu terpecahkan atau dihilangkan.
5. Terhadap pelanggaran-pelanggaran, dengan cepat dilakukan tindakan kedisiplinan.
6. Penegakan tata tertib terutama difokuskan pada upaya membantu siswa dan semua warga sekolah untuk menyesuaikan diri dengan setiap butir dalam aturan tata-tertib tersebut.
7. Penjatuhan hukuman (eksekusi) atas pelanggaran tata-tertib hendaknya disertai dengan penjelasan mengenai alasan dan maksud positif dari pengambilan tindakan tersebut. Siswa yang menerima sanksi harus dibantu memahami dan menerima bentuk sanksi tersebut sebagai bentuk intervensi bagi kebaikan yang bersangkutan.
8. Sanksi penegakan tata-tertib sekolah dilakukan kepala sekolah atau wakil kepala sekolah urusan kesiswaan. Demi efektitas layanan BK di sekolah guru pembimbing diharapkan tidak ditugaskan untuk pemberian sanksi terhadap siswa.
9. Penegakan tata-tertib merupakan bagian dan terintegrasi dengan upaya membangun budaya perilaku etik dan sikap disiplin, baik di lingkungan internal sekolah maupun di lingkungan luar sekolah.
10. Ada konsistensi/kesepakatan di antara para guru dan kepala sekolah mengenai prosedur-prosedur dan bentuk hukuman bagi siswa pelannggar disiplin dan tata tertib,
11. Eksekusi terhadap pelanggar tata-tertib berat, khususnya yang berkonsekuensi skorsing atau pemecatan, ditetapkan melalui pertemuan konferensi kasus (case-conference) yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, konselor sekolah, pengurus OSIS, dan wakil komite sekolah.
12. Eksekusi terhadap pelanggar tata-tertib berat yang berkonsekuensi skorsing atau pemecatan dilakukan oleh kepala sekolah setelah semua upaya persuasi untuk perbaikan perilaku telah dilakukan secara maksimal.
13. Penghargaan dapat diberikan kepada warga sekolah dalam rangka penegakan tata tertib sekolah seperti pemberian reward kepada mereka yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama tiga bulan, satu semester sampai satu tahun.
14. Orangtua siswa perlu diberikan pemhamanan tentang kebijakana sekolah tentang kedisiplinan agar orang tua merasa dihargai dan dilibatkan sehingga dapat memberikan dukungan terhadap dukungan pelaksanaan tata tertib sekolah.
(2) dukungan yang diberikan kepada guru bilamana mereka melaksanakan peraturan disiplin sekolah.
Disiplin sebenarnya bukan hanya sekedar aturan yang harus ditaati untuk merubah perilaku siswa di sekolah dan bukan sekedar sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan, tetapi lebih dari itu untuk membentuk mental disiplin kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan kondisi sekolah yang dapat membuat semua personil sekolah untuk taat dan patuh secara sadar untuk mengikuti tata tertib yang ada disekolah tersebut. Misalnya tata tertib untuk masuk sekolah jam 07.00-07.15. dan bila melewati jam tersebut pintu gerbang sekolah ditutup rapat, siapapun tidak diperbolehkan untuk masuk ke lingkungan sekolah jika terlambat, kecuali tamu yang akan berkunjung kesekolah atau ada hal lain yang mendesak sehingga pintu gerbang sekolah dapat dibuka. Aturan itu harus konsisten dilaksanakan dan diberlakukan kepada semua personil sekolah termasuk guru, staf dan kepala sekolah.
Indikator-indikator yang perlu diperhatikan dalam menegakkan tata tertib dan kedisiplinan meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu penyusunan tata tertib, sosialisasi tata tertib, dan penegakan tata tertib.
A. Penyusunan Tata Tertib
Beberapa pedoman umum dalam menyusun tata tertib sekolah dikemukakan sebagai berikut.
1. Penyusunan tata tertib melibatkan atau mengakomodasi aspirasi siswa dan aspirasi orangtua siswa yang dianggap sesuai dengan visi dan misi sekolah.
2. Semua aturan disiplin dan tata-tertib yang berkaitan dengan apa yang dikehendaki, dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan beserta sanksi atas pelanggarannya, merupakan hasil kompromi semua pihak (siswa, orangtua, guru, guru pembimbing, dan kepala sekolah).
3. Penyusunan tata tertib harus didasarkan pada komitmen yang kuat antara semua unsur dan komponen sekolah dan konsisten dengan peraturan dan tata tertib yang berlaku.
4. Tata tertib sekolah hendaknya tetap memberi ruang untuk pengembangan kreativitas warga sekolah dalam mengespresikan diri dan mengembangkan potensi dan kompetensi yang dimilikinya. Jika perlu dibuat satu hari tertentu di mana pada hari itu siswa diberikan kesempatan untuk berkreasi atau memberi saran kepada guru, pegawai dan kepala sekolah dalam rangka pengembangan sekolah.
5. Tata tertib sekolah jangan hanya dibuat berupa konsep yang harus dipatuhi oleh warga sekolah dengan sanksi yang sangat jelas yang dapat membuat aturan menjadi kaku, tetapi bagaimana mengkondisikan sekolah yang bisa membuat orang untuk tidak melakukan pelanggaran.
6. Tata tertib yang ada jangan sampai hanya dilakukan untuk menertibkan warga sekolah dari segi fisik saja, tetapi juga untuk membentuk mental disiplin agar disiplin yang terjadi bukan kedisiplinan semu yang dilakukan karena takut menerima sanksi, tetapi lebih kepada kesadaran bahwa tata tertib itu memiliki nilai kebenaran sehingga perlu untuk ditaati.
7. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya terutama diarahkan untuk membangun budaya perilaku positif dan sikap disiplin di kalangan siswa (self-dicipline) dan warga sekolah lainnya. Di SD, sasaran seperti ini dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran pembiasaan pada kelas-kelas awal.
8. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya hendaknya tetap memberi ruang bagi berkembangnya kreativitas dan sikap kritis warga sekolah. Untuk siswa misalnya, perlu ada kesepakatan mengenai batas wajar tentang perilaku yang dapat dikategorikan nakal atau melanggar tata tertib.
9. Format penyusunan aturan disiplin dan tata tertib dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Contoh model yang dapat digunakan untuk siswa adalah model penambahan skor dan pengurangan skor:
§ Model penambahan skor. Dalam model ini, ditetapkan skor denda maksimum, misalnya 100 poin, sebagai batas toleransi. Siswa yang mencapai skor 100 akan terancam dikeluarkan dari sekolah.
§ Model pengurangan skor. Dalam model ini setiap siswa diberi skor modal awal, misalnya 100 poin. Setiap pelanggaran akan berakibat pengurangan skor, dan siswa yang mencapai skor nihil akan terancam dikeluarkan dari sekolah.
Dalam model seperti yang disebutkan di atas, yang perlu diperhatikan adalah konsekuensi yang muncul dari setiap penambahan dan/atau pengurangan skor. Jangan sampai, mental disiplin yang ingin ditanamkan menjadi hilang karena terlalu fokus pada skor yang ada.
10. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya dibuat dalam bentuk tertulis dan disahkan oleh kepala sekolah, agar semua pihak mengetahui dan memahami setiap butir aturan disiplin tersebut.
11. Selain peraturan tentang pemberian sanksi, sekolah juga dapat membuat peraturan tentang pemberian penghargaan kepada warga sekolah untuk memotivasi mereka mentaati disiplin dan tata tertib sekolah.
B. Sosialisasi Tata Tertib
Pelaksanaan tata tertib sekolah sangat tergantung pada pemahaman pihak-pihak terkait terhadap tata tertib yang disusun. Karena itu sosialisasi tata tertib perlu dilakukan untuk memastikan bahwa semua pihak memahami dengan baik isi tata tertib tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam melaksanakan sosialisasi tata tertib dikemukakan berikut ini.
1. Aturan disiplin dan tata tertib yang telah disusun, disepakati dan disahkan kepala sekolah hendaknya disosialisasikan secara berkelanjutan kepada seluruh warga sekolah, dalam hal ini siswa, guru, orangtua siswa, pegawai, dan pengurus komite sekolah. Sekolah perlu memastikan bahwa mereka memiliki pemahaman yang sama tentang butir-butir tata tertib yang telah disepakati dan disahkan tersebut. Sosialisasi untuk orang tua siswa dan pengurus komite sekolah dapat dilakukan dengan cara mengirimkan tata tertib yang telah dibuat dalam bentuk tertulis kepada mereka.
2. Butir-butir tata tertib sekolah dapat dibuat dalam bentuk poster afirmasi yang dipajang di majalah dinding sekolah dan/atau lokasi-lokasi strategis di lingkungan sekolah agar dapat senantiasa dilihat, dibaca dan dipahami oleh seluruh warga sekolah.
C. Penegakan Tata Tertib
Kegiatan terpenting dalam menguji efektivitas tata tertib adalah pada pelaksanaannya. Di sini terkait dengan sejauh mana upaya pihak sekolah dalam menegakkan tata tertib yang telah disusun. Sebab betapapun baiknya tata tertib tapi jika tidak ditegakkan secara konsekuen maka tidak akan banyak artinya dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah. Beberapa pertimbangan dalam penegakan tata tertib dikemukakan berikut ini.
1. Disiplin dan tata tertib sekolah berlaku untuk semua unsur yang ada disekolah tidak terkecuali kepala sekolah ataupun guru dan staf harus patuh dan taat pada peraturan sekolah yang berlaku dan menjadi komitmen yang kuat dan mengikat.
2. Sikap, perilaku, dan tindakan kepala sekolah, guru, dan warga sekolah lainnya, hendaknya menjadi model dan teladan bagi penegakan perilaku tertib dan disiplin di sekolah.
3. Memberikan penghargaan sebagai teladan kepada guru, siswa dan staf yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama kurun waktu tertentu dan diumumkan secara aklamasi pada saat pelaksanaan upacara.
4. Penegakan disiplin dilakukan secara bertahap kepada semua unsur yang ada disekolah mulai dari peringatan, teguran, percobaan, penundaan, demosi dan PHK atau dikeluarkan sampai masalah itu terpecahkan atau dihilangkan.
5. Terhadap pelanggaran-pelanggaran, dengan cepat dilakukan tindakan kedisiplinan.
6. Penegakan tata tertib terutama difokuskan pada upaya membantu siswa dan semua warga sekolah untuk menyesuaikan diri dengan setiap butir dalam aturan tata-tertib tersebut.
7. Penjatuhan hukuman (eksekusi) atas pelanggaran tata-tertib hendaknya disertai dengan penjelasan mengenai alasan dan maksud positif dari pengambilan tindakan tersebut. Siswa yang menerima sanksi harus dibantu memahami dan menerima bentuk sanksi tersebut sebagai bentuk intervensi bagi kebaikan yang bersangkutan.
8. Sanksi penegakan tata-tertib sekolah dilakukan kepala sekolah atau wakil kepala sekolah urusan kesiswaan. Demi efektitas layanan BK di sekolah guru pembimbing diharapkan tidak ditugaskan untuk pemberian sanksi terhadap siswa.
9. Penegakan tata-tertib merupakan bagian dan terintegrasi dengan upaya membangun budaya perilaku etik dan sikap disiplin, baik di lingkungan internal sekolah maupun di lingkungan luar sekolah.
10. Ada konsistensi/kesepakatan di antara para guru dan kepala sekolah mengenai prosedur-prosedur dan bentuk hukuman bagi siswa pelannggar disiplin dan tata tertib,
11. Eksekusi terhadap pelanggar tata-tertib berat, khususnya yang berkonsekuensi skorsing atau pemecatan, ditetapkan melalui pertemuan konferensi kasus (case-conference) yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, konselor sekolah, pengurus OSIS, dan wakil komite sekolah.
12. Eksekusi terhadap pelanggar tata-tertib berat yang berkonsekuensi skorsing atau pemecatan dilakukan oleh kepala sekolah setelah semua upaya persuasi untuk perbaikan perilaku telah dilakukan secara maksimal.
13. Penghargaan dapat diberikan kepada warga sekolah dalam rangka penegakan tata tertib sekolah seperti pemberian reward kepada mereka yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama tiga bulan, satu semester sampai satu tahun.
14. Orangtua siswa perlu diberikan pemhamanan tentang kebijakana sekolah tentang kedisiplinan agar orang tua merasa dihargai dan dilibatkan sehingga dapat memberikan dukungan terhadap dukungan pelaksanaan tata tertib sekolah.
0 comments:
Post a Comment